twitter


KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Filsafat Keluarga”

Makalah ini dususun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dalam program Pendidikan Kesehatan Masyarakat di STIKES MH Thamrin.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. H. Suklan, SKM, MSc, MM., selaku dosen mata kuliah Filsafat .
2. Keluarga/Suami yang telah banyak memberikan dorongan dan bantuan berupa moril dan materil kepada penulis.
3. Rekan-rekan serta semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa pada umumnya dan khususnya bagi penulis.


Jakarta, Februari 2010


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN


Latara belakang.
Istilah filsafat telah dikenal manusia sejak 2000 tahun lebih yang lalu, pada masa yunani kuno. Di Miletos, Asia Kecil, tempat perantauan orang yunani, disanalah awal mula munculnya filsafat. Mula-mula jejak sejarah awal filsafat ini, ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir besar pada zamannya, seperti : Theles, Anaximadros dan Anaximanes. Theleslah orang pertama yang mempersoalkan “substansi terdalam dari segala sesuatu”. Dan dari situlah munculnya pengertian-pengertian”kebenaran yang hakiki”.
Para filsuf kono yang dating kemudian seperti Heralictus, Parmenides, Zeno, Demokritus dan lainnya, asyik dalam perburuan yang tiada bertepi itu. Kemudian sampailah pada zaman Socrates yang hidup pada sekitar abad 4 sebelum masehi. Sang :”tokoh abadi” ini, telah mengubah jalannya filsafat. Dialah filsuf pertama yang membumikan filsafat dari penjelajahannya di “awang-awang”

Kenalilah dirimu sendiri: siapakah kita ini, manusia, mahluk kecil yang nampak tiada bermakna ditengah alam raya yang maha luas?”. Pertanyaan besar yang diajukan Socrates ini menjadi padang perburuan baru pemikiran kefilsafatan yang datang kemudian. Dilanjutkan oleh muridnya Plato, lalu Aristoteles, dan akhirnya berkembang hingga cabang-cabang terkecil, sejak masa filsafat pertama, masa abad pertengahan, hingga alam pikiran filsuf modern.

Dari orientasi pemikiran terhadap diri manusia inilah , munculnya orientasi pemikiran terhadap segala alam yang maujud, untuk diabadikan bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dan nampaklah sebagaimana kita lihat kini, munculnya ilmu-ilmu pengetahuan yang khusus, beserta implementasinya yang berwujud teknologi. Peletak dasar ilmu-ilmu yang positif-science/sains dan teknologi – adalah para filsuf.

BAB II
DEVINISI


A. FILSAFAT
Fisafat adalah induk Ilmu Pengetahuan. Filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Dan hendaknya diingat bahwa kegiatan yang kita namakan kegiatan kefilsafatan itu, sesungguhnya merupakan perenungan atau pemikiran.

Secara sederhana hal ini berarti bahwa tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu didalam bentuk yang sistematis

B. KELUARGA.
Friedman (1998). keluarga merupakan kesatuan dari orang orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

Salivicon G. Bailon dan Aracellis Maglaya (1989). Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan satu kebudayaan.

Whall (1986). Keluarga sebagai kelompok yang terdiri atas dua atau lebih individu yang didirikan oleh istilah khusus, yang mungkin saja memiliki atau tidak memiliki hubungan darah atau hokum yang mencirikan orang tersebut kedalam satu keluarga.
Sub Dit Kesehatan Masyarakat Depkes RI (1983). Keluarga adalah satu kelompok atau sekumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat yang terkecil da biasanya tisak selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan, atau ikatan-ikatan lain, mereka hidup bersama-sama dalam satu rumah, dubawah asuhan seorang kepala keluarga dan makan dari satu periuk.

Depkes RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberpa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

1. Struktur Keluarga

a. Patrilineal. Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ayah, suku-suku di Indonesia rerata menggunkan struktur keluarga patrilineal.

b. Matrilineal. Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis Ibu, Suku Padang merupakan salah satu suku yang masih konsisten menggunakan pola Matrilineal.

c. Matrilokal. Menentukan bahwa keberadaan tempat tinggal satu keluarga (suami istri) yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal. Menentukan bahwa keberadaan tempat tinggal satu keluarga (suami istri) yang tinggal bersama keluarga sedarah suami

2. Bentuk Keluarga
Menurut Sussman (1974) dan Maclin (1988).

a. Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti. Keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak.
2) Pasangan Inti. Suami dan istri saja.
3) Keluarga dengan orang tua tunggal. Satu orang yang mengepalai keluarga sebagai konsekuensi perceraian.
4) Bujangan yang tinggal sendirian.
5) Keluarga Besar 3 Generasi (keluarga no. 1,2 dan 3 yang hidup satu rumah).
6) Pasangan Usia Pertengahan atau Lansia. Suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal dirumah.
7) Jaringan Keluarga Besar. Dua keluarga inti atau lebih dari kerabat primer atau anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis dan dalam system resiprok atau tukar menukar barang dan jasa.

b. Keluarga Non Tradisional

1) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah.
2) Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah.
3) Pasangan kumpul kebo. Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah.
4) Keluarga Gay/Lesbi, orang yang berjenis kelamin sama yang hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
5) Keluarga Komuni, rumah tangga yang terdiri dari lebih dari satu pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama-sama menggunakan fasilitas, sumber-sumber dan memili pengalaman yang sama.

Keluarga menurut Anderson Carter :
1) Keluarga Inti, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
2) Keluarga Besar, keluarga inti ditambah dengan sanak saudara ; nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga Berantai, keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan keluarga inti.
4) Keluarga duda/janda, keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
5) Keluarga Komposisi, Keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6) Keluarga Kabitas. Keluarga yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.

3. Fungsi Keluarga

a. Fungsi Biologis.
Fungsi biologis keluarga bukan hanya ditujukan untuk meneruskan kelangsungan keturunan, tetapi juga memelihara dan membesarkan anak dengan gizi seimbang, memelihara dan merawat anggota keluarga juga bagian dari fungsi biologis keluarga.

b. Fungsi Psikologis.
Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk memberikan kasih saying dan rasa aman, memberikan perhatian antara anggota keluarga, membina pendewasaan keprobadian anggota keluarga, memberikan identitas keluarga.

c. Fungsi Sosial.
Fungsi social tercermin untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan-batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai nilai budaya.

d. Fungsi Ekonomi
Keluarga menjalankan fungsi ekonominya untuk mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan ke butuhan yang akan datang, misalanya pendidikan anak anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

Fungsi ekonomi ini, secara kultural di negera-negera Asia di pegang teguh oleh kepala keluarga yaitu suami, tetapi lambat laun nilai ini akan memudar, tetapi lambatlaun nilai itu akan memudar, banyak wanita sebagai single parent memenuhi fungsi ekonom

e. Fungsi Pendidikan
Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak dalam rangka memberikan pengetahuan,keterampialan dan dalam rangka memeberikan pengetahuan, keterampilan dan dalam membentuk prilaku anak, mempersiapkan anak dalam kehiupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangan.

4. Tahapan Kehidupan Keluarga

a. Keluarga pemula atau pasangan baru menikah
Tahapan ini dimulai saat dua insan dewasa mengikat janji pernikahan dengan landasan cinta dan kasih sayang. Tugas pada tahapan ini selaim memuaskan antar pasangan, juga beradaptasi dengan keluarga besar dari masing-masing pihak, tak lupa pasangan baru ini akan merencanakan jumlah anak.

b. Keluarga dengan menunggu kelahiran anak
Tahapan kehidupan keluarga selanjutnya adalah keluarga dimana suami dan istri menunggu kelahiran anak sebagai tugas melangsungkan keturunan. Tugas keluarga pada tahapan ini adalah mempersiapkan kebutuhan anak yang dilahirkan seperti halnya, kebutuhan baju dan celana anak, kebutuhan, kebutuhan ruang khusus untuk anak kebutuhan biaya melahirkan dsb.


c. Keluarga dengan mempunyai bayi
Keluarga dengan mengasuh bayi, mendidik dan mengasuh bayi dengan penuh kasih sayang, mengingat pada tahapan ini kebutuhan bayi sepenuhnya tergantung dari kedua orang tuanya

d. Keluaga dengan anak usia prasekolah .
Tahapan perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah, anak mulai tersosialisasi, bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan terkena masalah kesehatan. Tugas keluarga terhadap anak usia prasekolah adalah menanamkan nilai-nilai kehidupan, agama dan sosial budaya.

e. Keluarga dengan anak usia sekolah.
Dalam tahapan ini, tugas keluarga adalah mendidik anak, mempersiapkan anak untuk masa depannya, membiasakan anak belajar teratur, menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya, memberikan pengertian pada anak tentang pentingnya belajar pada anak-anak.

f. Keluarga dengan anak remaja.
Keluarga dengan anak remaja berada pada posisi dilematis, mengingat anak sudah menurun perhatiannya terhadap orang tua dibandingkan dengan teman sebayanya. Untuk itu orang tua harus memberikan contoh yang baik dan mampu mendekati remaja dengan cara yang dapat diterima mereka. Pada masa ini banyak ditemukan friksi antara anak remaja dengan orang tuanya.

g. Keluarga dengan melepaskan anak ke masyarakat.
Setelah menyelesaikan masa remajanya, maka keluarga harus merelakan anak-anaknya meninggalkan rumah orang tuanya untuk memulai hidup baru untuk bekerja dan memulai hidup baru.

h. Keluarga dengan tahapan berdua kembali.
Anak-anak yang sudah berkeluarga tentunya memulai kehidupan baru dengan tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya, sedangkan orang tuanya akan kembali kepada siklus kehidupan dimana mereka akan berdua kembali dalam menempuh kehidupan selanjutnya.


i. Keluarga dengan tahapan masa tua.
Keluarga dengan tahapan lansia akan mengalami kesendirian, kesepian dan mencoba untuk melalui hari-harinya dengan menyibukkan diri dengan berkebun, berolahraga atau bahkan menimang cucu. Tetapi pada dasarnya masa tua akan mempersiapkan diri untuk meninggalkan kehidupan ini.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga

a. Faktor Fisik
Menurut riset (Ross, Mirowsaky dan Goldstei 1990) memberikan penekanan bahwa ada hubungan yang positif antara perkawinan dengan kesehatan fisik. Pernikahan diartikan dengan menggabungkan kekuatan dari dua sumber (istri dan suami), contoh seorang suami yang sebelum menikah terlihat kurus maka beberapa bulan setelah menikah suami tersebut terlihat gemuk, beberapa alas an dikemukakan bahwa dengan menikah suami akan diurus dan diperhatikan kebutuhannya begitupun pada istri.

b. Faktor Psikis.
Terbentuknya keluarga akan memberikan danpak psikologis yang besar, perasaan nyaman karena saling memperhatikan, saling memberikan penguatan atau dukungan. Suami akan merasa tentram dan terarah setelah beristri begitupun sebaliknya. Tetapi beberapa hasil riset menunjukkan peningkatan kecemasan pada istri setelah menikah, hal ini dimungkinkan karena bertambahnya beban yang dialami istri setelah bersuami.

c. Faktor Sosial.
Status sosial memiliki danfak yang signifikan terhadap fungsi kesehatan sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga ada kecenderungan semakin tinggi pendapatan yang diterima semakin baik taraf kehidupannya, tingginya pendapatan yang diterima akan berakses pada pemahaman tentang pentingnya kesehatan, jenis pelayanan kesehatan yang akan dipilih dan bagaimana berspon pada penyakit.

d. Faktor Budaya.

1) Keyakinan dan praktek kesehatan.
Setiap suku atau bangsa memiliki keyakinan dan penilaian yang berbeda-beda terhadap fungsi kesehatan. Keyakinan keluarga terhadap fungsi kesehatan yang dibawah sebelumnya.

2) Nilai-nilai Keluarga.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh keluarga mempengaruhi kesehatan keluarga yang bersangkutan, misal sebuah keluarga yang kurang memperdulikan kesehatan dan merasa tanpa melakukan upaya apapun, kesehatan keluarganya terjaga. Tetapi keluarga tersebut akan mengalami kesulitan jika suatu waktu nilai yang diyakininya ternyata salah dan terbukti bahwa kesehatan keluarganya terganggu.

3) Peran, Kekuatan dan Pola Komunikasi Keluarga.
Danpak budaya pada peran, kekuatan dan komunikasi keluarga berbeda-beda pada setiap keluarga. Jika terjadi perubahan pada budaya dengan semestinya terjadi pergeseran peran, aturan-aturan, kekuatan dan pola komunikasi.

4) Koping Keluarga.
Koping keluarga dipengaruhi oleh budaya, keluarga akan berusaha beradaptasi dengan perubahan budaya. Koping diartikan sebagai respon positif baik kognitif, efektif ataupun psikomotor bagi keluarga dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada keluarga.


6.  Ukuran Keluarga Sejahtera di Indonesia.
Untuk mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu mensejahterakan rakyatnya, maka pemerintah menetapkan undang-undang sebagai pedoman :

a. Keputusan Presiden RI Nomor 8 TAhun 1970, dibentuk BKKBN untuk mencapai NKKBS.

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1982, menetapkan gerakan KB menjadi gerakan pembangunan keluarga sejahtera.

c. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun1992, Tujuan pembangunan keluarga sejahtera adalan untuk mengembangkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesehjahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

7. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan keluarga sejahtera :

a. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang sama dan seimbang antara anggota dengan masyarakat dan lingkungannya.

b. Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

c. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.


C. Tahapan Keluarga Sejahtera.
Untuk mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteaannya dikembangkan 23 indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan. Adapun rinciannya sebagai berikut :

1. Keluarga Pra Sejahtera.
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran, agama, pangan, sandang dan kesehatan.

2. Keluarga Sejahtera Tahap I.
Keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologis seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

3. Keluarga Sejahtera Tahap II.
Keluarga-keluarga yang disamping dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan secara psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

4. Keluarga Sejahtera Tahap III.
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan secara psikologisnya dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat lingkungannya.

5. Keluarga Sejahtera Tahap IV.
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan nyata dan berkelanjutan bagi masyrakat lingkungannya.

D. Indikator Keluarga Sejahtera.

1. Keluarga Pra Sejahtera.

a. Melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing.
b. Makan dua kali sehari atau lebih.
c. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.
d. Rumah (sebagian besar lantai bukan tanah).
e. Kesehatan (kalau anak sakit atau PUS ingin ber KB dibawah kesarana/petugas kesehatan).

2. Keluarga Sejahtera I
Bila Keluarga sudah mampu melaksanakan indikator pada keluarga pra sejahtera tetapi belum mampu untuk melaksanakan indikator :

a Anggota keluarga belum mampu melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama/kepercayaan yang dianut masing-masing.
b. Makan daging/ikan/telur sebagai lauk paling kurang sekali dalam seminggu.
c. Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.
d. Luas lantai penghuni rumah 8 meter.
e. Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir.
f. Paling kurang satu anggota keluarga 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan yang tetap.
g. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga yang berumur 10 s.d 60 tahun.
h. Anak usia sekolah (7 s.d 10 tahun) bersekolah.

3. Keluarga Sejahtera II.
Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indicator pada keluarga pra sejahtera tetapi belum mampu untuk melaksanakan indikator sebagai berikut :

a. Upaya keluarga untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan agama.
b. Keluarga mempunyai tabungan.
c. Makan bersama paling kurang sekali sehari.
d. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
e. Rekreasi bersama.
f. Memperoleh informasi dari TV, Koran, dll.
g. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi.

E. Pelaksanaan PembangunanKeluarga Sejahtera.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994, pasal 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan keluarga sehajtera melalui pembangunan kualitas keluarga dan keluarga berencana yang dilaksanakan secarah menyeluru dan terpadu oleh pemerintah dan masyaraka. Tujuan yang ingin dicapai tentunya mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera, bertakwa kepada tuhan yang maha esa, sehat, produktif dan memiliki kemampuan untuk membangun disr sendir dan lingkungannya. Adapun pokok-pokok kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut diantaranya :

a. Pembinaan Ketahanan Fisik Keluarga.
b. Pembinaan Ketahanan Non Fisik Keluarga.
c. Pelayanan Keluarga Berencana.
d. Pendapatan Keluarga.


BAB III
PEMBAHASAN


BENTUK KELUARGA SAYA
Dilihat dari bentuknya keluarga saya adalah keluarga inti (nuclear family) yaitu yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Dimana peran saya di sini sebagai seorang istri,dan ibu bagi anak-anak saya.

Ditinjau dari fungsinya keluarga saya menjalankan fungsi secara biologis saya selain menjalankan kelangsungan hidup dengan memiliki keturuman saya juga menjalankan kewajiban saya dimana saya harus memelihara, mengasuh, mendidik, dan memberikan makanan yang sehat dan bergizi pada anak-anak, dan juga memberikan kesejahteraandalam hal sandang, pangan,, papan dan dalam hal kesehatan dimana jika ada salah anggota keluarga sakit kami selalu bertindak cepat dengan membawa berobat ke dokter atau kerumah sakit.

Secara fungsi fsikologis say juga memberikan kasih sayang pada anak-anak saya dan juga memberikan perlindungan pada anak-anak saya sehingga mereka mereka merasa nyaman dan mengarah kan anak-anak untuk mandiri dan juga memberikan identitas atau setatus yang jelas pada anak-anak saya.

Secara fdungsi sosialisasi saya mengajarkan anak-anak saya untuk bersosialiasi atau beriterasi dengan lingkungannya, disamping tetap menerapkan norma-norma dan batasan-batasan perilaku pada anak, sehingga mereka tau apa yang pantas dan tidak pantas mereka lakukan didalam berinterkasi dengan sesama manusia.

Secara fungsi ekonomi keluarga saya dipegang oleh kepala keluarga dimana didalam hal ini suami saya yang bekerja untuk memenuhi kehidupan kami sedangkan saya hanya mengatur dan menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Secara fungsi pendidikan, anak saya berusia 5 tahun termasuk usia pra sekolah tetapi demi kecerdasan otaknya saya memasukkan anak saya ke TK sebagai pengenalan dini proses belajar.

Dilihat dari segi tahapannya, keluarga saya termasuk keluarga pra sekola dimana anak-anak saya belum masuk sekolah formal, baru play group. Dimana anak baru bisa belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekolah dan teman-teman diluar lingkungan tempat tinggal dan belajar berinteraksi dengan anak-anak seusianya, belajar menghormati orang yang lebih tua dan menghargai teman-teman seusianya, belajar ilmu agama dan mulai diperkenalkan tentang budaya dan seni. Namun terlepas dari itu saya juga sangat memperhatikan keadaan fisik anak saya, seperti kesehatan, jika anak saya telihat loyo, lemas, malas dan pucat itu tandanya anak saya kurang sehat dan segera saya bawah ke dokter atau puskesmas terdekat.
Hampir setiap bulan anak-anak saya mengalami kurang sehat, adapun masalah-masalah yang mempengaruhi kesehatan anak-anak saya yaitu factor lingkungan, baik internal maupun eksternal, tapi saya sudah paham bagaimana mengatasinya :

Secara eksternal, saya memberikan pengarahan pada anak saya jika ada temannya yang lagi sakit jangan terlalu dekat atau jika ada temannya yang lagi sakit atau bersin untuk menghindar dengan cara tutup hidung dan mulut.

Secara Internal, saya mengajarkan anak-anak saya untuk mecuci tangan sebelum makan atau memegang makanan dan mencuci kaki serta menggosok gigi sebelum tidur dan tidak lupa saya selalu memberikan vitamin tambahan bagi anak-anak saya selain makan yang bergizi.

Ditinjau dari tahapannya, keluarga saya termasuk keluarga sehjahtera tahap III, dimana keluarga kami dapat memenuhi kebutuhan dasar, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan, namu belum dapat memenuhi kebutuhan yang maksimal bagi masyarakat, seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan.

Dan sesuai anjuran pemerintah, saya pun ikut program keluarga berencana. Anak saya dua perempuan dua-duanya, yang pertama lima tahun dan yang ke dua tiga tahun. Kamipun merasa lengkap dalam berkeluarga dan merasa sempurna.



BAB IV
KESIMPUALAN


Didalam membina keluarga, kita tidak cukup hanya ada suami dan istri, tetapi kita juga membutuhkan materi untuk menyokong kehidupan sehari-hari dalam hal ini pengahasilan berperan penting dan dalam berkeluarga kita tidak hanya harus memenuhi kebuthan secara lahir (fisik saja) tapi kita juga harus memperhatikan secara psikologis disamping kita memerlukan makan, minum kita juga memerlukan pendidikan dan kesejahteraan dalam hal yang lainnya (primer, sekunder dan tersier).

Tetapi terlepas dari itu kita juga harus selalu bersyukur kepada Allah SWT yang telah bemberikan nikmat dan rejekinya kepada kita, disamping itu kita tetap harus berusaha secara maksimal dan pantang menyerah serta berdoa selanjutnya kita perlu bertaawakkal kepada Allah SWT karena jodoh, maut dan rejeki ditangannya.




DAFTAR PUSTAKA


Louis O. Kattsoff, (1992), Pengantar Filsafat Penerjemah, Soejono Soemargono, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya.
Ns Agus Citra D., S.Kep., Ns. Santun Setiawati, S.Kep, 2004, Tuntunan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga, Bandung, Rizqi Press.
Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar, Bandung, Rosda.
Sidi Gazalba, (1973), Sistematika Filsafat, Jakarta, Bulan Bintang.
Sudarto (1997), Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Tibawi,
Endang Saefuddin Anshari, (1982), Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu.
Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan Pemikiran Filosofi, (Terjemahan Achmad Bimadja, Ph.D), Bandung: ITB Bandung.
Ismaun, (2002), Filsafat Ilmu, Materi Kuliah, Bandung (Terbitan Khusus).

0 komentar:

Posting Komentar